Kebijakan Green Computing Di Indonesia

Kebijakan Green Computing Di Indonesia
Angka statistik akses ICT yang terus meningkat beberapa tahun terakhir di Indonesia baik oleh individu, rumah tangga, pendidikan, maupun bisnis dan perdagangan merupakan indikator yang jelas untuk melihat peluang bisnis di sektor ini. Bersamaan dengan perkembangan ini, isu lingkungan semakin popular dengan gencarnya promosi teknologi ramah lingkungan. Pendekatan ramah lingkungan ini dapat mereduksi emisi karbon secara signifikan sehingga menghasilkan angka carbon footprint yang lebih kecil dengan memperhatikan mulai dari proses produksi hingga pengolahan limbahnya yang dikenal dengan limbah elektronik.
Berbagai strategi dan solusi diciptakan oleh organisasi internasional maupun pemangku kepentingan lainnya agar dapat diadopsi dan di implemtasikan oleh banyak pihak terutama pengambil kebijakan dan sektor industri terkait. Dapat dikatakan bahwa teknologi ramah lingkungan/green technology merupakan tuntutan global bagi industri ICT. Isu ramah lingkungan ini pula disebut-sebut sebagai salah satu pendukung utama dalam menarik investasi. Pada akhirnya, teknologi ini akan berdampak pada pertumbuhan ekonomi karbon rendah yang tidak hanya menguntungkan bagi bisnis namun juga pada lingkungan.
Dalam laporan GeSI, SMART 2020, disebutkan bahwa sektor ICT sendiri menyumbang sejumlah 2% dari total emisi secara global dengan 50% diantaranya merupakan konsumsi energi dari peralatan kantor. Dengan total pengguna teknologi ICT terutama di sektor industri maka dapat dikatakan ICT mempunyai pengaruh dalam mendorong pembuatan mekanisme perubahan kearah ekonomi berbasis karbon rendah.

Dapatkah Pembuat Kebijakan Menyeleraskan Isu Lingkungan dan Perekonomian dalam Kebijakan Green ICT?

Fokus pembangunan oleh pemerintah saat ini di bidang ekonomi dan investasi ikut menumbuhkan potensi ekonomi rendah karbon. Akan tetapi terdapat beberapa tantangan dalam pembangunan ekonomi jenis ini. Selain daripada akses penggunaan ICT (internet broadband) yang belum merata juga terdapat keterbatasan pasokan energi dan kelistrikan. Padahal dengan tingginya pertumbuhan konsumsi nasional terhadap produk ICT baik komputer beserta perangkat pendukungnya maupun telepon genggam menyebabkan pula naiknya tingkat pencemaran lingkungan oleh limbah barang-barang tersebut. Disinilah komitmen pemerintah untuk ikut aktif dalam kegiatan perubahan iklim secara global diuji karena mau tidak mau ekonomi rendah karbon ini telah menjadi tuntutan bersama.
Upaya-upaya teknologi ramah lingkungan selama ini perlu dilakukan bersama-sama, bukan secara parsial seperti selama ini dilakukan oleh masing-masing perusahaan atau organisasi yang bersangkutan. Kebijakan pemerintah saat ini yang terlihat adalah dengan terbitnya Surat Edaran No.1/SE/M.KOMINFO/04/2012. sebagai upaya peningkatan awareness dan perubahan perilaku dalam penggunaan ICT. Sayangnya surat edaran ini hanya ditujukan bagi instansi penyelenggara negara.
Terbitnya surat edaran ini merupakan salah satu strategi jangka pendek pemerintah dalam pemanfaatan teknologi ramah lingkungan. Akan tetapi, seperti yang umum terjadi, penerbitan suatu aturan baru memerlukan adaptasi bagi pelaksanaannya. Pada faktanya pergerakan kebijakan dan program pemerintah kearah green ICT yang sesungguhnya sangat lamban. Bahkan secara keseluruhan ICT belum merupakan sektor andalan yang diperhatikan despite dari besarnya nilai investasi di sektor ini dengan makin luasnya pasar penggunanya.
Padahal pemerintah juga telah menentukan target jangka menengah  dan jangka panjang dalam roadmap GICT yang berangotakan perwakilan dari pemerintah, sektor industri, dan masyarakat yang perlu untuk segera disiapkan.
Teknologi ramah lingkungan yang menitikberatkan pada minimnya limbah yang dihasilkan juga menjadi perhatian. Indonesia memiliki kekosongan regulasi dalam pengolahan limbah elektronik. Dilihat dari sifatnya, e-waste masuk kedalam kategori limbah B3 karena keberadaan materi beracun didalamnya. PP.No 18 tahun 1999  yang mengatur secara khusus mengenai limbah B3 belum mengakomodir jenis limbah elektronik.
Situasi yang dihadapi Indonesia dalam penanganan limbah elektronik ini adalah adanya indikasi impor limbah dari luar negeri melalui daerah-daerah perbatasan. Limbah ini dikirim dengan sebutan ‘secondhand product’. Setelah melalui proses daur ulang, diperkirakan hanya sekitar 15-20% dari e-waste yang berakhir di tempat pembuangan sampah akhir. Di Indonesia, proses daur ulang e-waste lebih banyak dilakukan oleh sektor informal yang kurang sadar akan bahaya pengolahan limbah dari kegiatan produksinya. Pengaturan yang jelas mengenai limbah elektronik diperlukan untuk mengatasi situasi ini.
Meskipun pelaksanaan teknologi ramah lingkungan terhambat dengan mahalnya teknologi ini, green ICT secara spesifik dapat dengan mudah diadaptasi oleh bisnis dalam kegiatan perkantoran. Meminimalisir pemakaian energi dan sampah yang dihasilkan serta penggunaan internet dengan optimal dapat sangat membantu dalam mengurangi emisi karbon yang dihasilkan.
Mencontoh negara lain, beberapa usulan menyatakan agar pemerintah mempunyai inisiatif yang proaktif misalnya dengan pemberian insentif fiskal bagi industri yang dinilai berhasil menerapkan teknologi ini. Insentif fiskal selama ini masih sekedar wacana oleh kementerian terkait. Pemberian insentif diharapkan akan mendorong industri untuk segera mengadaptasi ekonomi rendah karbon. Keuntungannya bagi industri misalnya dapat menggaet pasar global yang semakin peduli terhadap penerapan ekonomi rendah karbon. Pada akhirnya, pertumbuhan ekonomi juga dapat sejalan dengan upaya baik terhadap lingkungan.
Perubahan radikal dibutuhkan untuk memulai gaya hidup yang ramah lingkungan ini. Dimulai dengan tegasnya pengaturan di bidang green ICT disertai dengan strategi pendekatan yang terintegrasi. Bagi bisnis dan industri, green technology dan green ICT secara khusus dapat dijadikan strategi bisnis yang baru. Pemerintah harus menyediakan beberapa pola kebijakan lainnya di bidang ICT yang mengakomodir mengenai teknologi ramah lingkungan ini dengan analisa yang hati-hati agar dampaknya dapat dirasakan masyarakat. Selanjutnya strategi roadmap jangka menengah dan panjang harus mempertimbangkan kapasitas dan kemampuan berbagai sektor termasuk rumah tangga dan individu sebagai salah satu pemakai teknologi ICT terbesar lainnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar